seorang tua
asyik mengunyah takdir
di birai tangga;
mendengar derap sepatu
menyeret kehidupan
dalam arus waktu
dia yang tahu;
suka duka kota ini
dalam keringat dan tangis
menadah ludah dan najis
maki hamun dan hon-hon
dalam lalu lintas yang deras
dia yang tahu
seorang tua itu
mengunyah waktu
fauzirashid
kota bandung
disember 2006
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Belum bertajuk
Di sangkak tradisi Dieramnya generasi buat menyambung legasi Menetaslah wajah-wajah baru dari kehangatan kasih
-
Di sangkak tradisi Dieramnya generasi buat menyambung legasi Menetaslah wajah-wajah baru dari kehangatan kasih
-
pelangi kembali melengkung dilangit mendung pada senja yang menjingga menibarkan tujuh warna gerimis ada laungan keramat bersama beburung ya...
-
kau terus membiarkan tanda soalmu melengkong dihujung gerabak pertanyaan diri sedang di bawahnya sengaja kau letak sebutir batumu yang berat...
Salam,
BalasPadamKota seperti orang muuda yang penuh semangat dan aktif. Sudah tentu bertentangan dengan sifat orang tua.
Sajak yang menarik.
Salam Faziz Ar,
BalasPadam"aku juga sedang mengunyah waktu, larut di dalam sendi-sendinya - menjadikan ketuaan ini suatu hakikat",
"puisi ini amat memikat pilihan diksinya".
salam Fauzi,
BalasPadamMereka itulah yang memeriahkan
kota-kota, malam atau
siangnya
Puisi ini boleh ditafsirkan lebih panjang
BalasPadamdan lebih kompleks. Sebaliknya aku hanya menulis puisi ringan di halamanku, ku harap sesuai dengan khalayak
'menghitung hari, menghadam waktu'
BalasPadam